Veteran Penjaga Perbatasan Selama 30 Tahun: Saya Ingin Kisah Pejuang Veteran Dihargai

Rembang, ayusastra.com – Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 77 tahun. Seorang Veteran Perang, Masdjudi (79) yang ada di Desa Sumberjo, Rembang beberkan kisah saat berjuang untuk memerdekan Negara Indonesia. Rabu (17/8/2022).

Veteran berasal dari para pejuang yang berperang tanpa mengharapkan imbalan. Karena pada waktu itu, Negara Indonesia masih dalam kondisi kekurangan.

“Zaman dahulu itu ada tukang becak, ada tukang bakso, ada penyanyi, dan pelawak. Semua lapisan itu ikut perang. Tanpa dibayar. Dia makan ala kadarnya. Hanya beberapa warga saja yang bisa memahami,”kata dia.

Masdjudi menuturkan perbedaan drastis pada saat berperang melawan penjajah dan perang pada masa kini.

“Sangat berbeda jauh. Zaman sekarang kalau mau perang sudah ada dapur umum. Karena takut lapar. Kalau dahulu tidak ada, dan tidak ada uangnya. Toh, pada saat Indonesia telah merdeka, uang yang diberikan hanya 200 ribu untuk veteran, sangat menyediakan,” terangnya.

Masdjudi namanya, pejuang veteran perang pada tahun 1945. Veteran sendiri terbagi menjadi 3 gelombang. Karena beliau lupa tahun tepatnya golongan veteran, yang jelas untuk gelombang pertama sampai ketiga menjadi sebuah perjuangan panjang bagi veteran.

Bukan hanya tentara saja, namun masyarakat pada waktu itu turut gabung berperang. Masyarakat hanya membawa senjata dari bambu runcing dimana menangnya. Sedangkan lawan telah memiliki senjata otomatis.

“Inilah sifat gigih yang ada pada bangsa kita. Tidak peduli apapun, apapun akan diberikan untuk rakyatnya. Coba bayangkan, rakyat Indonesia tidak ada tandingannya di dunia. Pengorbanannya sangat luar biasa dari mulai kemerdekaan perjuangan Timur Timor dan Timur Tengah (perdamaian), veteran perdamaian. Akan tetapi belum resmi,” tandas Masdjudi.

Gelombang pertama, pada tahun 1945-1955. Masdjudi menjelaskan pada waktu itu menjadi masa yang cukup berat, karena banyak negara asing ingin merebut Indonesia.

“Sangat luar biasa kegigihan para pejuang Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan bangsa dan negaranya,” terangnya.

Gelombang kedua masih di tahap persiapan perjuangan untuk mengusir Belanda dari Kalimantan dan Irian Jaya, serta gelombang ketiga disebutkan golongan veteran timur Timor yang notabene masih persiapan merebut Portugal pada waktu itu sedang dijajah Portugal.

“Sekarang Portugal telah menyesal, termasuk Australia. Jadi apa yang dikeluarkan oleh bangsa Indonesia ini luar biasa, semata-mata hanya untuk rakyatnya,” paparnya.

Jiwa nasionalisme dan disiplin terlihat masih sangat jelas pada sosok Masdjudi. Namun, beliau menyayangkan ketidakpedulian anak muda dengan kisah perjuangan veteran.

“Saya melihat orang pakai jas hampir tidak tahu veteran itu apa. Yang salah siapa saya tidak tahu. Padahal tanggal 17 Agustus adalah hari ulang tahun veteran juga,” jawabnya.

Tanpa memberikan uluran jabat tangan dan dalam. Hanya ada satu dua orang saja. Mayoritas sudah tidak mau tahu.

“Tidak tahu dasarnya mereka apa, yang penting kalau sudah masalah uang, ya seperti itu. Istilahnya bak habis manis sepah dibuang, kami seperti gelandangan,” lanjutnya.

Kesedihan yang dirasakan masih terasa, sampai-sampai pada saat beliau datang di lapangan karena untuk memenuhi undangan. Hal ini sebenarnya bisa menjadi suatu kebanggaan negara bangsa Indonesia. Tapi rupanya mereka tidak mengetahui.

“Mereka saja tidak ingin bersalaman dengan Kita. Apalagi memberi uang,” sahutnya.

Ditambah lagi kehidupan Masdjudi yang sebenarnya tidak mempunyai tempat tinggal.

“Sebenarnya saya ini tidak punya rumah. Ini saja tanah atas nama adik saya karena saya jarang di rumah karena sering menjaga di wilayah perbatasan terus. Resmi, saya tidak punya rumah,” lugasnya.

Walaupun begitu, beliau sangat bersyukur karena telah diberikan keberkahan umur panjang dan masih bisa beraktivitas sehari-hari.

“Istilahnya ini korbannya adalah veteran. Kalau saja veteran kalah semuanya akan jadi gelandangan, menjadi budak orang luar negeri semuanya. Jadi, 99% orang sini tidak ada yang tahu,” jawab Masdjudi.

Selain veteran ada lagi Dwikora Trikora yang hanya tersisa 2 orang saja, yang lainnya rata-rata veteran Timur Timor.

“Hanya 2 orang untuk dwikora Trikora, lainnya Timur Timor. Kalau timur tengah – untuk mendamaikan, itu saja memerlukan waktu bertahun-tahun,” terangnya. Masdjudi berjaga di wilayah perbatasan. Dengan membawa senjata berat seperti roket dan rudal.

“30 tahun saya menjaga di perbatasan.Tugasnya sampai pensiun. Itu pun tidak mendapatkan uang dinas sampai sekarang. Ya hanya bisa bersyukur masih bisa hidup dengan baik sampai sekarang,” jawabnya.

Akan tetapi, dengan adanya hal seperti itu, beliau sangat menikmati dengan cara dapat bergaul dan silaturahmi kemana saja.

“Paling-paling yang bisa saya lakukan bersilaturahmi menghadap Bupati wakil Bupati silaturahmi ke Dandim, Kapolres, dewan,” paparnya.

“Menurut saya, sebenarnya para veteran tidak perlu welas asih. Cukup anak muda tahu seberapa beratnya perjuangan veteran pada zaman mengusir penjajah. Paling tidak jika kami mengenakan topi berwarna kuning ini sudah paham semua, tidak usah panjang lebar,” sambungnya.

Walaupun hanya tinggal 12 orang veteran. Kegigihan yang dipancarkan sangat terasa sampai di usia senjanya.

“Program kami adalah gigihlah seperti tentara 45. Itu sebetulnya. Jangan hanya gigih dalam mencari yang tapi mbok ya sejarah veteran itu bisa dikenang. Karena hampir masyarakat Rembang tidak tahu,” pungkasnya.

Selain itu, Masdjudi berharap Indonesia lebih maju dan lebih baik lagi. Melihat presiden Joko Widodo yang sangat progres dalam meningkatkan kualitas bangsa dan negaranya.

Ayu Sastra
Assalamualaikum. Perkenalkan nama saya Ayu Lestari, hidup di tengah-tengah sudut kota kecil yang melegenda tepatnya di Kota Lasem. Saya merupakan penulis pemula yang ingin mendedikasikan diri khususnya dibidang kepenulisan. Akun Media Sosial FB : Aeyu Loestari IG : @ayu_lestari230801 @lestari_sastra WA : 0858 - 6803 - 1099