
Rembang, Ayusastra.com – Kontroversi yang terjadi atas tayangan ceramah dari Ustadzah Oki Setiana Dewi menghebohkan jagad Indonesia. Pasalnya dalam video tersebut seolah-olah beliau menghalalkan kekerasan dalam rumah tangga atau biasa disingkat dengan KDRT.
Dalam potongan yang berdurasi 1 menit 47 detik itu, ia menceritakan tentang suami yang menampar istrinya karena melakukan kesalahan. Tapi sang istri enggan untuk mengadu perlakuan suami kepada keluarganya dengan dalih menutupi aib sang suami. Dari sanalah, banyak respon dari netizen mengomentari hal itu lantaran seperti mendukung adanya perbuatan KDRT. Melihat banyaknya hujatan yang menimpannya, Ustadzah Oki segera mengklarifikasi atas video ceramah tersebut.
Diketahui dalam UU No. 23 tahun 2004 pasal 1 ayat 1, bahwasanya KDRT adalah perbuatan terhadap seseorang khususnya untuk perempuan yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, maupun psikologisnya. Makna lain, kekerasan dalam rumah tangga merupakan aksi tidak terpuji yang dilakukan oleh salah satu pasangan baik itu suami atau istri yang menimbulkan kesakitan baik itu secara fisik ( sampai menimbulkan kecacatan atau perubahan fisik ), kecaman dalam ucapan ( mental ) dan jiwa ( psikologis ).
Bukan sekedar itu saja, paksaan dalam berhubungan seksual tanpa adanya persetujuan kedua belah pihak menjadi hal kekerasan dalam rumah tangga. Dengan kata lain, KDRT masuk di lingkup perbuatan pidana yang apabila dilakukan akan ditimpakan kepada sang pelaku seperti yang tercantum pada UU No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT. Dari tahun ke tahun, terdapat grafik yang cukup signifikan.
Kenaikan adanya kasus kekerasan dalam rumah tangga dimulai pada tahun 2014-2021 meraup hingga 544.452 kasus yang tercatat didalam data Komnas Perempuan. Dalih-dalih di masa pandemi yang menjadi harapan terkait penurunan kasus ini, akan tetapi dimasa pandemi pun meningkat hingga 75% dan rata-rata, kebanyakan yang mengalami hal ini adalah perempuan.
Lagi-lagi perempuan yang terkena imbasnya? apa pemicunya? apakah karena adanya stigma bahwa perempuan itu makhluk yang lemah? bahwa perempuan itu layak teraniaya karena ketidakberdayaannya? Yang lebih disayangkan, dari data tersebut masih banyak kasus yang tidak tercatat karena tidak adanya laporan pengaduan dan justru pihak dari sang korban mencabut kembali atas permasalahan ini. Sungguh memprihatinkan bukan? menurut Alimatul Qibtiyah selaku komisioner Komnas Perempuan menuturkan, negara sudah berupaya penuh dengan adanya UU PKDRT.
Akan tetapi tetap saja masih terjadi tindakan KDRT karena berdasarkan penglihatan dalam proses pelaporannya, banyak yang tidak diusut atau dicabut. Dengan adanya kebijakan seperti itu, tidak bisa dijadikan suatu edukasi untuk orang lain agar tidak bernasib sama seperti si pelaku. Mirisnya pengajuan terjadinya KDRT ini bukan menjadi masalah awal, akan tetapi permasalahan ini sudah dilakukan secara berulang-ulang. Setelah itu, baru dilaporkan.
Nah, dari pernyataan seperti ini jika mengamati ceramah dari salah seorang Ustadzah Oki Setiana Dewi yang seperti tidak diperbolehkan untuk melaporkan kriminalitas, di isi dakwah tersebut beliau tidak memaparkan secara jelas antara menjaga aib dan kekerasan dalam rumah tangga. Lantas, apakah dengan menampar istri itu hanya sebuah aib tanpa mempertimbangkan bahwa itu termasuk kekerasan dalam fisik ( ringan tangan )?.
Aib adalah kekurangan perilaku dari pasangan suami istri yang harus ditutupi rapat-rapat, tanpa orang lain mengetahuinya. Definisi lain, aib ialah suatu hal yang menjadi kekurangan suami istri yang harus ditutupi dan tidak perlu diketahui bagi orang lain. Penelitian menemukan alasan peningkatan KDRT yang begitu pesat selama pandemi yakni adanya pertambahan berbagai kerentanan yang tertimpa pada perempuan. Termasuk beban domestik yang dirasakan.
Selain mengurus pernak-pernik kebutuhan rumah tangga, mencari nafkah untuk mencukupi finansial keluarga, menjadi pengajar bagi anak-anaknya, dan lain sebagainya. Jika tidak bisa melaksanakan tugas dengan baik, perempuan menjadi sasaran empuk menjadi korban kekerasan.
Jadi kesimpulannya, apapun profesi yang kalian sandang harus bisa membedakan antara substansi mana yang masuk dari kategori aib keluarga, dan substansi mana yang menjurus ke sebuah kekerasan dalam rumah tangga.
Leave a Reply