Keris Peninggalan Leluhur Jawa di Pamerkan di ‘Tosan Aji’

Exif_JPEG_420

Rembang, ayusastra.com – Pameran acara yang di selenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar) Kabupaten Rembang menyita perhatian warga yang berkunjung. Jumat (19/8/2022).

Pasalnya berbagai macam bentuk keris dan sejarahnya terpampang nyata di atas meja pameran.

Aris Pranoto, Pemilik Galeri Omah Keris di Grobogan yang juga menjadi penjaga pameran di acara Tosan Aji mengaku mempunyai beraneka ragam keris.

“Kalau keris yang di rumah tinggal 250 buah, dahulu keris saya sampai ada 726 buah, tetapi saya tukarkan dengan keris yang lebih bagus lagi. sekarang tinggal 250 karena sebagian di tukar, dijual untuk beli beras,” kata dia saat diwawancarai di tempat pameran.

Ternyata, terdapat dua jenis keris. Yakni keris sepuh dan keris baru.

“Untuk keris sepuh yang saya punya itu ada keris pada masa Singosari, namanya keris Jalak Budha. Kalau keris masa Majapahit tidak ada, adanya hanya keris masa Mataram, Pakubuwono, dan Cirebon,” tandas Aris.

Untuk cara merawatnya hanya dengan cara membersihkan karat-karat yang menempel pada keris.

“Jika karatnya sudah berlebihan. Saya rendam memakai air kelapa terlebih dahulu, setelah itu di gosok menggunakan air jeruk. Lalu di warang. Warang itu seperti pengolesan menggunakan minyak pada keris. Tujuan pewarangan ini untuk mencegah karat, karena kebanyakan orang tidak tahu langsung memegang bagian ujung keris. Padahal tangan manusia menghasilkan keringat yang berarti mengandung garam,” sambungnya.

Aris mengatakan jika semua keris pasti sangat tajam, akan tetapi keris itu tidak digunakan untuk menusuk, namun berstatus sebagai benda pusaka.Keris pada mulanya sebagai suprata atau budaya yang utamanya untuk ageman atau pusaka.

Istilahnya yakni ‘piandel’ bagi seseorang. Tapi berjalannya waktu, keris digunakan untuk perlengkapan pakaian budaya. Namun, bagi kalangan pecinta keris, benda tersebut tetap menjadi ageman pusaka.

“Kalau keris yang digunakan pengantin laki-laki itu, kerisnya yang tidak terbuat dari besi lipat seperti keris yang lain. Kalau keris yang terbuat dari besi lipat terdapat batu meteornya,” terangnya.

Perwujudan tersebut jikalau orang Jawa menyebutnya “Bapa Angkasa Ibu Pertiwi’. Meteor itu berarti angkasa. Perpaduan bahan pembuatan keris dari meteor, logam nikel dari ibu bumi.

Ternyata, bukan hanya pameran keris seperti ini saja, akan tetapi setiap komunitas pecinta keris di setiap kabupaten berbeda-beda.

“Per kabupaten berbeda-beda paguyubannya. Kalau untuk acara ini hanya perwakilan saja yang datang,” tuturnya.

Selain pameran, di setiap kabupaten terdapat kegiatan yang berbeda-beda mulai dari pertemuan setiap malam Minggu. Terkadang pada saat selapanan.

“Khusus untuk acara tosan aji ini di peruntukkan untuk masyarakat yang belum mengerti tentang keris biasanya diadakan setiap malam Minggu dan Minggu siang,” paparnya.

Kata ‘Tosan Aji’ yang mengandung ketiga benda penting, yakni keris, pedang, dan tombak. Khusus untuk benda yang mempunyai versi tempalingnya.Perbedaan keris baru dan keris sepuh dilihat dari cara perawatan. Bisa saja keris baru bisa menjadi sepuh, dan sebaliknya.

“Intinya jika terdapat karat di keris namun tidak dibersihkan walaupun itu tergolong keris baru. Lama-kelamaan akan menjadi keris sepuh,” terangnya.

Namun ada salah satu cara untuk membandingkan apakah keris tersebut baru atau sepuh itu dengan cara ‘nanteng’ atau di angkat serta dilihat secara objektif.

“Keris itu lebih berbudaya dan bernilai norma. Di dalam keris itu sendiri terdapat nilai-nilai budayanya. Bahkan banyak filosofisnya,” lugasnya.

Keris yang menghadap ke atas melambangkan arti tetap menjadi ksatria yang ajeg, jika menghadap ke bawah diartikan sebagai ksatria yang berbudi luhur, sopan santun dan welas asih.Selisih harga keris baru dan keris lama itu sangat jauh.

Tergantung bentuk goresan kerisnya luwes atau tidak. Walaupun begitu, semua keris tidak ada nilai standarnya, semuanya bernilai tinggi karena keris merupakan tinggalan benda yang berbudaya.

“Kalau saya pribadi tidak ada hari-hari tertentu untuk membersihkan keris. Dilihat dari karatnya. Jika terdapat karat yang menempel segera saya bersihkan. Yang penting dirawat,” tegasnya.

Untuk membersihkan di malam satu suro itu tidak wajib, hanya saja di malam tersebut dijadikan sebagai momen untuk memperingati saja.

“Itu tidak wajib, tapi harus selalu dieksistensikan karena agar tidak bisa menguri-nguri benda berbudaya dari sebuah keris yang sangat bernilai sakral,” pungkasnya.

Harapan Aris Pranoto pasca pameran ini masyarakat semakin tahu akan keberadaan keris sebagai warisan leluhur budaya, yang bukan hanya selalu diambil nilai domestik kesyirikannya.

Ayu Sastra
Assalamualaikum. Perkenalkan nama saya Ayu Lestari, hidup di tengah-tengah sudut kota kecil yang melegenda tepatnya di Kota Lasem. Saya merupakan penulis pemula yang ingin mendedikasikan diri khususnya dibidang kepenulisan. Akun Media Sosial FB : Aeyu Loestari IG : @ayu_lestari230801 @lestari_sastra WA : 0858 - 6803 - 1099